PERAN SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
SISWA SMP DAN SMA
Oleh:
I
Putu Arya Suryawan
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Masalah
Pembentukan karakter
masyarakat Indonesia sudah dimulai sejak di Proklamasikannya Negara kita ini pada
tanggal 17 Agustus 1945 oleh Ir. Suekarno dan Moh. Hatta. Hal tersebut terbukti
dengan dicanangkannya program “Nation and Caracter Building” dimana pada saat
itu setelah kemerdekaan berhasil diraih, pemerintah mulai membentuk sebuah
Negara dengan segala sistem pemerintahannya dan juga membentuk karakter
masyarakatnya, namun karena situasi saat itu belum sepenuhnya stabil, maka
program pembentukan karakter belum tampak hasilnya.
Akan tetapi pada tahun
60-an pemerintah memasukkan pelajaran budi pekerti kedalam pelajaran sekolah,
dan pelajaran agama, seni dan budaya, serta olahraga juga termasuk pelajaran
yang berorientasi pada pembentukan karakter generasi muda. Pada masa Orde Baru
pembentukan karakter disesuaikan dengan nilai-nilai luhur pancasila, hal
tersebut terlaksana dengan masuknya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (
PMP ) pada kurikulum Pendidikan Nasional. Selain itu setiap kenaikan jenjang
pendidikan di seluruh sekolah Negeri dilaksanakan penataran P4 yaitu Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, bahkan seluruh Pegawai Negeri Sipil
secara periodik juga mendapatkan penataran P4 tersebut. Penanaman karakter
bangsa melalui penataran P4 juga mengarah kepada masyarakat umum, dimana
masyarakat umum yang tergabung dalam RT atau RW dibekali dengan penataran P4
atau diadakan berbagai macam lomba simulasi penataran P4 oleh pemerintah. Pendidikan
Moral Pancasila merupakan pendidikan moral khas bangsa Indonesia yang mencoba mendiseminasikan dan
menanamkan nilai-nilai Pancasila
dalam diri peserta
didik sebagai warga
negara Indonesia (Buchory, 2014).
Setelah masa Orde Baru berakhir dan
bangsa Indonesia memasuki
masa reformasi, mata
pelajaran PMP yang
menjadi trade mark pemerintahan
Orde Baru dihapus
dan digantikan dengan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Pada masa reformasi, dilakukan perubahan
dalam pembentukan jiwa dan
kepribadian bangsa, karena tidak melalui
pembelajaran nilai-nilai moral melainkan difokuskan pada dimensi religius keagamaan
yang menekankan iman, takwa,
dan akhlak mulia.
Pengembangan dimensi religius peserta didik menjadi prioritas
dalam kinerja pendidikan pada masa reformasi, bahkan sering
dipromosikan bahwa pendidikan
religius merupakan salah satu
cara yang efektif dalam menangkal kemerosotan moral bangsa.
Dalam masyarakat yang terus berkembang
dan semakin canggih, maka pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu
dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang berorientasi dan
berbicara ke depan. Pendidikan hendaknya memandang jauh ke depan dan memikirkan
apa yang akan dihadapi peserta didik dimasa mendatang. Pendidikan merupakan
proses sosial yang
bertujuan membantu peserta didik
selaku generasi muda
agar mengerti dengan baik
tatanan sosial dalam masyarakat, mengerti pola perilaku,
norma sopan santun dan tata
krama yang dihargai
dalam masyarakat (Koesoema,
2016:26). Hal tersebut sekaligus mempersiapkan peserta didik agar dapat
bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas dan mengembangkan
sikap profesionalitas ketika berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam proses pembelajaran, seorang guru
hendaknya dapat memahami karakter dari peserta didiknya. Karakter
adalah sebuah pola, baik pikiran, sikap, maupun
tindakan yang melekat pada
diri seseorang dengan
sangat kuat dan sulit
dihilangkan (Munir, 2010:3). Guru yang dapat memahami karakter siswanya
akan lebih mudah mentransfer pengetahuan kepada siswanya. Karakter terdiri dari
nilai operatif, nilai dalam tindakan,
seiring dengan suatu
nilai men-jadi suatu kebaikan,
suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi
situasi dengan cara
yang menurut moral itu
baik (Buchory, 2014). Karakter yang baik terdiri dari berfikir yang
baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik, semuanya itu muncul dari hati
dan menjadi sebuah kebiasaan yang baik dalam diri siswa. Pendidikan karakter
juga dipahami sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak
yang bertujuan mengembangkan
kemampuan seluruh warga
sekolah untuk memberikan keputusan
baik buruk, keteladanan,
memelihara apa yang
baik dan wewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati
(Kemendiknas, 2011:5).
Dalam keseluruhan
proses pendidikan karakter, guru
merupakan faktor utama yang bertugas
sebagai pendidik. Guru harus bertanggung
jawab atas hasil kegiatan belajar siswa
melalui interaksi belajar mengajar. Dengan
demikian, peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah adalah memberikan
keteladanan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Keteladanan berkaitan dengan
tugas guru sebagai teladan
siswa adalah memberikan teladan yang baik berkaita dengan
masalah moral, etika,
maupun akhlak dimanapun berada. Inspirator, seorang
guru akan menjadi sosok
inspirator jika mampu
membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan
segala potensi yang dimiliki
guna meraih prestasi. Secara
otomatis kesuksesan guru akan menginspirasi siswa.
I.2
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari
latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
1) Pengertian
dan definisi karakter menurut para ahli.
2) Perkembangan
karakter siswa SMP dan SMA.
3) Peran
sekolah dalam pendidikan karakter siswa.
I.3 Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas,
maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1) Untuk
mengetahui pengertian dan definisi karakter menurut beberapa ahli.
2) Untuk
mengetahui bagaimana perkembangan karakter siswa pada jenjang pendidikan SMP
dan SMA.
3) Untuk
mengetahui apa peran sekolah dalam pendidikan karakter siswa.
I.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat dipetik
melalui pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1)
Manfaat
Teoretis
a) Makalah
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengembangan karakter siswa pada jenjang pendidikan SMP dan
SMA.
b) Sebagai
pengembangan dan rangkuman ilmu yang menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan,
dan khususnya bagi pendidikan, untuk memperkaya studi tentang karakter siswa
pada jenjang SMP dan SMA.
c) Sebagai
khasanah pengetahuan bagi pembaca dan bahan referensi bagi disiplin ilmu yang
terkait.
2)
Manfaat
praktis
a)
Dapat menjadi
acuan bagi guru-guru dalam memahami karakter siswa pada jenjang SMP dan SMA.
b)
Manfaat lain
dalam penelitianini adalah memberikan pengetahuan kepada siswa SMP dan SMA
untuk memahami dirinya sendiri sesuai dengan karakter.
c)
Bagi kepala
sekolah, sebagai masukan agar dapat memberikan pembinaan kepada para gurunya
tentang pendidikan karakter siswa pada jenjang SMP dan SMA.
d)
Bagi orang tua
siswa, sebagai masukan agar orang tua memahami karakter anaknya pada jenjang
SMP dan SMA serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1
Pengertian dan Definisi Karakter Menurut Para Ahli.
Karakter adalah sesuatu
yang paling mendasar dalam psikologis siswa. Siswa yang masuk dalam satu sekolah
terdiri dari berbagai macam karakter, karakter tersebut dibawa dari jenjang
pendidikan sebelumnya. Di sekolah dengan jenjang pendidikan yang baru, karakter
siswa akan dirubah sesuai dengan mutu pendidikan yang akan dihasilkan oleh
sekolah tersebut. untuk itu setiap sekolah menanamkan karakter yang
berbeda-beda kepada siswanya. Sekolah dengan penanaman karakter yang baik akan
terlihat jauh lebih unggul dibandingkan dengan sekolah yang tidak menanamkan
karakter yang baik kepada siswanya. Pendidikan karakter siswa sangat menunjang
terhadap prestasi belajar siswa, karena karakter yang baik mampu memberikan
motivasi yang positif terhadap minat belajar siswa.
Untuk itu penting bagi
seorang guru dan pelaku pendidikan mengetahui apa makna dari karakter. Karakter adalah
sebuah pola, baik pikiran,
sikap, maupun tindakan
yang melekat pada diri
seseorang dengan sangat
kuat dan sulit dihilangkan (Munir, 2010:3). Dari definisi
karakter tersebut maka karakter sangat erat kaitannya denga psikologi siswa.
Karakter yang melekat pada diri siswa tidak bersifat ststis, melainkan bersifat
dinamis. Sekolah mampu mengubah karakter tersebut menuju kearah yang lebih
positif. Terkait dengan pendidikan karakter, Elkind &
Sweet menegaskan bahwa
Character education is
the delebrate effort
to help people understand,
care about, and
act upon core ethical
values. When we think
about the kind of character we
want for our children it is clear
that we want
them to be
able to judge what
is right, care
deeply about what is
right, and then do what they believe to the right, even in the
face of pressure
from without and temptation from within (Gunawan, 2012:23).
Pendidikan karakter
juga dipahami sebagai suatu
usaha mengembangkan keseluruhan
dinamika relasional antar pribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari luar
maupun dari dalam dirinya agar
pribadi itu semakin
menghayati kebebasannya sehingga
ia dapat semakin
bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai
pribadi dan perkembangan orang lain
dalam hidup mereka berdasarkan
nilai moral yang
menghargai kemartabatan manusia
(Koesoema, 2012:57). Sementara Damayanti (2014:12) memberikan pengertian pendidikan
karakter adalah gerakan nasional
menciptakan sekolah yang membina
etika, bertanggung jawab
dan merawat orang-orang muda dengan pemodelan dan mengajarkan karakter
baik melalui penekanan pada universal, nilai-nilai yang kita semua yakini.
Pendidikan karakter adalah pendidikan
budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action) tanpa ketiga aspek ini, pendidikan karakter
tidak akan efektif.
Berikut beberapa
pengertian karakter menurut para ahli dikutip dari blog galeri pengetahuan
kita, diakses tanggal 9 Desember 2016, pukul 23.47 :
I.
Pengertian
karakter menurut bahasa (etimologis):
- Majid
Menurut Majid (2011), Karakter berasal dari bahasa Latin yaitu charakter, kharassaein, dan kharax. Menurut bahasa Yunani character berasal dari kata charassein, yang artinya membuat tajam dan membuat dalam. Sementara menurut bahasa Inggris character, didalam bahasa Indonesia lazim digunakan istilah karakter. - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional karakter artinya sifat-sifat kejiwaan, ahlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau bermakna bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,
tempramen, watak.
- Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas, 2010) individu yang berkarakter baik yaitu
seseorang yang berusaha melakukan hal-hal terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama manusia, lingkungannya, bangsa dan negara serta dunia internasional pada
umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) pada dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi dan motivasi (perasaan).
II.
Pengertian
karakter menurut istilah (terminologis):
- Hornby and Parnwell
Karakter ialah kualitas mental atau moral, kekuatan moral,
dan nama atau reputasi.
- Tadkirotun Musfiroh
Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
- Hermawan Kartajaya
Karakter ialah ciri khas yang dimiliki suatu benda atau
individu (manusia).
- Simon Philips
Karakter ialah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu
sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
- Doni Koesoema A.
Karakter dapat dipahami sama dengan kepribadian, kepribadian
dapat dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan.
- Winnie
Winnie paham bahwa terdapat dua buah pengertian dari
karakter, Pertama, ialah bagaimana satu individu bertingkah laku. Kedua,
karakter berkaitan erat dengan ‘personality’, seseorang dapat dikatakan
sebagai ‘individu yang berkarakter’ (a person of character) bila tingkah
lakunya sesuai kaidah moral.
- Imam Ghozali
Karakter lebih dekat dengan pengertian akhlaq, yang
bermakna spontanitas manusia dalam bersikap, dan atau melakukan perbuatan yang
telah menyatu dalam diri manusia sehingga sewaktu muncul diperlukan pemikiran
lagi.
II.2
Perkembangan Karakter Siswa SMP dan SMA.
Karakter erat sekali
kaitannya dengan perilaku, yaitu perilaku merupakan tindakan dari setiap
karakter. Siswa yang memiliki perilaku positif sudah pasti mempunyai karakter
yang positif, begitu juga sebaliknya. Dapat kita bercermin dari teori
pembelajaran perilaku (behavioral learning theories) yang mengemukakan bahwa
perilaku berpusat pada cara yang dengan cara itu konsekuensi perilaku yang
menyenangkan atau yang tidak menyenangkan mengubah perilaku seseorang
lama-kelamaan dan cara seorang mencontohkan perilakunya kepada orang lain
(Slavin, 2011:176). Dari teori tersebut sudah jelas bahwa perilaku seseorang
dapat menular kepada orang lain. Siswa yang memiliki perilaku yang tidak baik
akan dapat menularkan perilaku tersebut kepada temannya. Maka dari itu sekolah
penting mengawasi perilaku siswanya agar tidak menular kepada siswa yang lain.
Peran guru konseling dalam hal ini cukup besar untuk membuat sebuah standar
perilaku di masing-masing sekolah.
Karakter dan perilaku
siswa sangat tergantung dari perkembangan biologis siswa, dimana pada masa SMP
dan SMA siswa memasuki masa pubertas, dimana terjadi perkembangan segara
generative organ-oran reproduksi manusia. Perkembangan kearah kedewasaan
tersebut akan memicu berbagai kenakalan dalam pergaulan siswa. Dalam buku
Slavin (2011:108) dijelaskan anak-anak perempuan yang mengalami kedewasaan dini
lebih mungkin akan terlibat kenakalan dan menghadapi masalah sekolah daripada
anak-anak perempuan lain (Stice, Presnell & Bearman, 2011), dan anak
laki-laki yang mengalami kedewasaan dini juga lebih mungkin terlibat perilaku
yang nakal (Ge et al, 2001). Sesuai dengan yang dikemukakan dalam buku Slavin
tersebut, bahwa tingkat kedewasaan anak usia remaja mengalami perkembangan yang
berbeda-beda, anak yang lebih dahulu mengalami kedewasaan akan menunjukkan
perilaku nakal lebih dahulu, namun anak yang mengalami keterlambatan
perkembangan kedewasaan akan terlihat lebih lugu. Penting bagi guru mengetahu
perkembangan tersebut, agar guru tidak membandingkan antara anak yang nakal dan
anak yang tidak nakal.
Perkembangan dan
penanaman karakter siswa di usia SMP dan SMA sangat erat pengaruhnya kepada
perkembangan kognitif siswa. Dimana pada masa remaja siswa meninggalkan
fundamental yang bersifat kongkret dan bersikap untuk memasuki masa remaja,
yang karakteristik pokoknya adalah pembebasan yang serupa dari yang kongkret
untuk menuju pada kecenderungan ketertarikan yang berorientasi kea rah masa
kini dan masa depan (Piaget, 2010:150). Pada masa SMP dan SMA siswa mengalami
peralihan dari masa kongkret menuju masa operasional struktural, dimana siswa
mengembangkan penalarannya di bidang kognitif yang berorientasi pada dua masa,
yaitu masa kini dan masa depan. Guru harus dapat membimbing siswa menuju kea
rah opersional structural tersebut, karena sebagian besar materi pelajaran yang
diajarkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA tersebut mengarah kepada
struktural. Siswa yang belum dapat memasuki tahapan operasional struktural
tersebut diberikan rangsangan-rangsangan agar dapat memasuki tahapan tersebut,
akibatnya siswa yang tidak dapat mengikuti tahapan operasional struktural
dengan baik akan mengalami kemunduran dalam perkembangan kognisinya.
Selain itu peran
motivasi juga berpengaruh besar terhadap perkembangan karakter siswa pada
jenjang SMP dan SMA. Motivasi adalah dorongan besar yang menggerakkan seseorang
untuk bertingkah laku (Rumithi, 2016:39). Dorongan itu berada dalam diri
seseorang yang menggerakkan supaya melakukan sesuatu yang sesuai dengan
dorongan dalam dirinya. Sebuah tantangan besar bagi seorang guru agar dapat
memotivasi siswanya agar memiliki karakter yang baik. Motivasi yang baik dari
seorang guru berpotensi besar bagi siswa melakukan hal sesuai yang diinginkan
oleh gurunya. Perkembangan karakter siswa SMP dan SMA sangat tergantung dari
motivasi yang diberikan oleh guru, maka dari itu setiap guru yang mengajar
siswa SMP dan SMA wajib melakukan motivasi terhadap siswanya. Dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa motivasi sangat diperlukan oleh siswa pada jenjang SMP
dan SMA baik itu oleh guru ataupun temannya sendiri.
II.3
Peran Sekolah Dalam Pendidikan Karakter Siswa.
Sekolah sebagai tempat
pendidikan formal dimana pendidikan siswa akan dididik secara langsung oleh
para pendidik. Pada Pasal 1
Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
ditegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kebribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan
negara. Selanjutnya, pada pasal
3 undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut ketentuan Undang-Undang Sisdiknas tersebut,
fungsi pendidikan nasional
tiada lain adalah mengantarkan generasi muda
selaku pihak terdidik
agar berkembang kemampuannya serta
terbentuk watak dan peradaban bangsa yang ber-martabat. Dengan
pendidikan nasional, semua anak bangsa
Indonesia harus dapat berkembang kemampuan dan karakter atau
jati diri serta
peradaban bangsanya yang bermartabat. Semuanya itu bermuara pada upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang merupakan
salah satu tujuan berdirinya negara sebagaimana diamanatkan pada alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
Sesuai dengan rumusan
tujuan pendidikan nasional, bahwa
berbagai kriteria yang akan
dituju dari pendidikan di Indonesia dapat
diklasifikasi menjadi tiga
dimensi, yaitu dimensi vertikal, dimensi personal, dan
dimensi horizontal ( Buchory,
2014). Dalam dimensi vertikal, setiap generasi muda harus
berkembang potensinya sebagai
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai makhluk Tuhan,
setiap manusia Indonesia
harus menjalin hubungan yang baik
dan mengabdi kepada sang Khalik sebagai
Penciptanya. Orang yang beriman
dan bertakwa akan menyandarkan segala perilakunya
pada apa yang diminta
oleh Tuhan untuk
dilakukan dan berupaya
meninggalkan apa yang tidak boleh dilakukan.
Sesuai hasil penelitian
yang dilakukan oleh Buchori MS dan Tulus Budi Swadayani tentang Implementasi
Pendidikan Karakter di SMP diperoleh bahwa implementasi kebijakan
yang terkait dengan pendidikan
karakter khususnya pada
fungsi-fungsi manajemen pendidikan karakter di SMP dan SMA sebagai berikut :
II.3.1
Perencanaan Pendidikan Karakter
Kepala Sekolah mempunyai peranan dan tanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya untuk merencanakan pendidikan
karakter, mengorganisasikan
pendidikan karakter, melaksanakan pendidikan karakter, dan melakukan
pengawasan pendidikan karakter. Kepala
sekolah sebagai ujung tombak
dalam keberhasilan pendidikan
karakter di SMP dan SMA. Kegiatan-kegiatan kepala
sekolah selaku ujung tombak menjadi sangat
penting dalam membina
kebersamaan dengan seluruh
staf sekolah. Di setiap
kegiatan pertemuan dan rapat
dinas kepala sekolah
selalu menyinggung dan menyebut
tentang karakter yang harus ditumbuhkembangkan oleh guru untuk
disampaian kepada siswa. Dalam menyusun perencanaaan pendidikan karakter tersebut kepala sekolah dibantu oleh
wakil kepala sekolah
dan semua guru.
Dalam mengoptimalkan
perencanaan pendidikan karakter di
sekolah, kepala sekolah
mengacu dan sesuai
dengan grand design pelaksanaan
pendidikan karakter yang dikembangkan
oleh Kementerian Pendidikan Nasional meskipun belum optimal pelaksanaannya di
lapangan. Grand design
tersebut menjadi rujukan
konseptual dan operasioanal
perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.
II.3.2
Pengorganisasian Pendidikan Karakter
Pengorganisasian pendidikan
karakter melibatkan berbagai
komponen sekolah, baik Kepala
Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, dan para guru dengan tugas sebagai berikut.
1.
Kepala Sekolah
Kepala sekolah
berfungsi dan bertugas sebagai edukator,
manajer, administrator dan
surpervisor dalam implementasi pendidikan karakter.
2.
Wakil Kepala
Wakil Kepala Sekolah
adalah membantu kegiatan kepala sekolah
dalam:
a.
Pelaksanaan.
b.
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengarahan.
c.
pengawasan terhadap
ketenangan.
d.
penilaian, identifikasi,
dan pengumpulan.
e.
menyusun laporan
implementasi pendidikan karakter.
3.
Guru
Guru bertanggung jawab
kepada kepala sekolah dan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan
karakter dalam proses
belajar mengajar secara efektif
dan efisien. Di antara tugas dan tanggung jawab guru
meliputi:
a.
membuat program pengajaran, analisis materi
pelajaran, program tahunan,
program satuan pelajaran,
pembelajaran, program mingguan guru, lembar kerja siswa termasuk berkaitan dengan
pendidikan karakter.
b.
melaksanakan
kegiatan pembelajaran diintegrasikan
dengan pendidikan karakter.
c.
melaksanakan kegiatan penilaian belajar,
ulangan harian, semester, tahunan yang
dikaitkan dengan pendidikan
karakter.
d.
melaksanakan kegiatan membimbing dan mendidik
dalam proses belajar mengajar.
e.
mengatur kebersihan
ruang kelas dan
ruang praktikum.
f.
bertanggung jawab dan
melaporkan tugasnya termasuk dalam mendidik katrakter siswa
kepada kepala sekolah.
II.3.3
Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Guru memegang
peranan yang sangat
strategis terutama dalam
membentuk karakter serta mengembangkan potensi siswa. Keberadaan
guru di tengah masyarakat bisa dijadikan teladan dan
rujukan masyarakat sekitar sehingga
guru adalah penebar cahaya
kebenaran dan keagungan nilai. Guru
harus bergerak memberdayakan siswa menuju kualitas hidup
yang baik di segala aspek kehidupan, khususnya
pengetahuan dan moralitas.
Kehadiran guru
juga tidak tergantikan oleh unsur lain. Guru memiliki peranan yang sangat
penting dalam menentukan lulusan berkualitas. Guru yang profesional diharapkan
menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Melalui sentuhan guru
diharapkan mampu menghasilkan
peserta didik yang bukan
hanya cerdas secara
intelektual, melainkan juga
cerdas secara emosional dan spiritual, serta memiliki kecakapan hidup. Dalam
keseluruhan proses pendidikan karakter, guru merupakan faktor
utama yang bertugas
sebagai pendidik. Guru harus bertanggung
jawab atas hasil kegiatan
belajar siswa melalui
interaksi belajar mengajar. Dengan
demikian, peran guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah adalah memberikan
keteladanan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Keteladanan berkaitan
dengan tugas guru sebagai
teladan siswa adalah
memberikan teladan yang baik berkaita dengan masalah moral,
etika, maupun akhlak
di manapun berada. Inspirator,
seorang guru akan menjadi
sosok inspirator jika mampu membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan
segala potensi yang dimiliki
guna meraih prestasi. Secara
otomatis kesuksesan guru akan menginspirasi siswa. Motivator, setelah menjadi inspirator,
peran guru selanjutnya
adalah motivator. Guru
harus berusaha agar
dalam menjalankan tugas benar-benar dapat menjadi motivasi bagi siswa.
Dinamisator, artinya seorang guru
tidak hanya mampu membangkitkan semangat tetapi juga
menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong
siswa ke arah
tujuannya dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang
tinggi. Evaluator, sebagai evaluator guru harus selalu mengevaluasi metode
pembelajaran yang selama ini dipakai
dalam pendidikan karakter. Selain itu,
guru juga harus mampu mengevaluasi sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh siswa.
Dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di SMP dan SMA,
semua mata pelajaran sudah membuat silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan
nilai-nilai karakter di dalamnya. Dalam
hal ini, beberapa mata pelajaran erat kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan
karakter, sepeti mata pelajaran:
(1) PKn, (2) Pendidikan Agama,
dan (3) Olahraga.
II.3.4
Pengawasan Pendidikan Karakter
Pengawasan pendidikan
karakter di sekolah dapat
tercapai secara efektif
dan efisien, karena didukung
proses manajeman pendidikan
yang tepat. Sekolah merupakan suatu
sistem yang di
dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan
yang perlu dikelola
secara baik dan tertib.
Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang
baik, hanya akan menghasilkan tersendatnya laju organisasi, yang pada akhirnya tujuan
pendidikan karakter tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Pengawasan merupakan
suatu kegiatan yang
berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan pendidikan
karakter dapat berjalan sesuai
dengan rencana dan memastikan apakah
tujuan organisasi tercapai.
Apabila terjadi penyimpangan,
di mana letak penyimpangan
itu dan bagaimana
pula tindakan yang
diperlukan untuk mengatasinya.
Pengawasan pendidikan karakter di
SMP merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan
kegiatan pendidikan karakter telah
diakukan sesuai dengan rencana dan
tujuan semula. Pengawasan dilakukan
oleh wakil kepala
sekolah bidang kurikulum dan bidang kesiswaan termasuk pembina OSIS dan Satuan Tugas
Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) sebagai ujung
tombak keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di lapangan, serta guru Bimbingan Konseling.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas, dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan penidikan
karakter di SMP dan SMA sebagai berikut.
1.
Karakter adalah
sebuah pola, baik pikiran,
sikap, maupun tindakan
yang melekat pada diri seseorang dengan
sangat kuat dan sulit
dihilangkan. Pendidikan
karakter juga dipahami sebagai suatu
usaha mengembangkan keseluruhan
dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari luar
maupun dari dalam dirinya agar
pribadi itu semakin
menghayati kebebasannya sehingga
ia dapat semakin
bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai
pribadi dan perkembangan orang lain
dalam hidup mereka berdasarkan
nilai moral yang
menghargai kemartabatan manusia
2.
Siswa yang
memiliki perilaku yang tidak baik akan dapat menularkan perilaku tersebut
kepada temannya. Tingkat kedewasaan anak usia remaja mengalami perkembangan
yang berbeda-beda, anak yang lebih dahulu mengalami kedewasaan akan menunjukkan
perilaku nakal lebih dahulu, namun anak yang mengalami keterlambatan
perkembangan kedewasaan akan terlihat lebih lugu. Motivasi juga sangat
diperlukan oleh siswa pada jenjang SMP dan SMA baik itu oleh guru ataupun
temannya sendiri.
3.
Perencanaan pendidikan
karakter dilakukan oleh
kepala sekolah sebagai penanggung jawab
dibantu oleh para wakil kepala sekolah dan seluruh guru.
Pengorganisasian pendidikan karakter dilakukan secara
bersama-sama antara kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, seluruh guru, serta staf tata usaha.
Pelaksanaan pendidikan karakter
didukung penuh oleh seluruh
komponen sekolah, yaitu pihak
kepala sekolah, para wakil kepala sekolah,
para guru, para karyawan,para
peserta didik, dan orang tua. Pengawasan terhadap
pendidikan karakter diserahkan
tanggung jawabnya kepada wakil
kepala sekolah urusan kurikulum
dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar dan wakil
kepala sekolah urusan
kesiswaaan, terutama para pembina
OSIS dan petugas STP2K sebagai ujung
tombak keberhasilan pelaksanaan
pendidikan karakter di
lapangan, juga guru
bimbingan dan konseling.
III.2 Saran
Beberapa saran yang dapat dikemukakan
terkait dengan isi makalah pendidikan karakter SMP dan SMA adalah :
1. Setiap
guru harus dapat mengetahui karakter setiap siswa agar dapat memberikan
pengajaran yang tepat sesuai dengan karakter.
2. Setiap
sekolah agar memperhatikan aspek perencanaan dan pengawasan setiap karakter
siswa, serta mampu menciptakan karakter yang baik di sekolah.
3. Bagi
para akademisi diharapkan memahami pendidikan karakter siswa agar dapat
merancang sebuah model pembelajaran yang sesuai dengan karakter.
DAFTAR
PUSTAKA
Buchory,MS
& Tulus Budi Swadayani. 2014. Implementasi Program Pendidikan Karakter di
SMP. E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas PGRI Yogyakarta. Jurnal
Pendidikan Karakter Tahun IV, No 3, Oktober 2014, halaman 235-244. Tersedia
pada http://
journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/download/5627/4863. Diakses 9 Desember 2016.
Damayanti,
D. 2014. Penduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta. Araska.
Gunawan, Heri.
2012. Pendidikan Karakter Konsep dan
Implementasi. Bandung. Alfabeta.
http://www.galeripengetahuankita.com/2015/12/10-pengertian-karakter-menurut-para.html,
diakses pada tanggal 9 Desember 2016, pukul 23.47.
Kemendiknas. 2010. Buku
Induk Pendidikan Karakter.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Koesoema, A.D.
2012. Pendidikan Karakter Utuh
dan Menyeluruh. Yogyakarta. Kanisius.
Munir, Abdullah.
2010. Pendidian Karakter Membangun Karakter
Anak Jejak dari Rumah. Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi.
Rumithi, Ni Made. 2016. Pengaruh
model pembelajaran inkuiri terbimbing dan motivasi berprestasi terhadap
prestasi belajar Biologi siswa kelas X SMA Negeri 1 Rendang. Tesis (tidak
diterbitkan). Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana
Universitas pendidikan Ganesha.
Slavin
Robert E, 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek. Jakarta. PT Indeks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar