KONTRIBUSI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
DALAM PENGEMBANGAN
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Oleh:
I Putu Arya Suryawan
aryasuryawan.putu@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah sebagai sebuah
lembaga pendidikan merupakan alat pencetak sumber daya manusia yang unggul,
untuk itu di sekolah disajikan berbagai jenis materi yang dapat mengembangkan
daya kognitif siswa untuk mencari jati diri yang sebenarnya. Pengembangan
pendidikan di sekolah dilakukan oleh guru dengan manajemen sekolah yang
mengarahkan peserta didik dalam pembentukan karakter yang sesuai dengan tujuan
pendidikan Nasional. Dalam rangka pembaruan sistem pendidikan nasional telah
ditetapkan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Visi
pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia
berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan produktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Rusman, 2016:2).
Terkait dengan visi
tersebut telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk
dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip
tersebut adalah pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut
diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, serta mengembangkan
potensi dan kretivitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah
pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigm pengajaran ke
paradigm pembelajaran. Pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa (Degeng,
1989), yaitu proses interaksi peserta
didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Sesuai dengan amanat
Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional Pendidikan,
salah satu standar yang harus dikembangkan adalah standar proses. Standar
proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Standar
proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar
dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pada
jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Belajar merupakan
proses perkembangan kearah yang lebih sempurna. Perkembangan tersebut analog
dengan perkembangan tumbuhan. Batang tumbuhan akan tumbuh secara sempurna jika
tidak ada tumbuhan lain yang menghalangi pertumbuhannya, namun jika ada
tumbuhan lain yang menghalangi pertumbuhan tumbuhan tersebut, maka pertumbuhan
batang menjadi tidak sempurna. Tumbuhan yang tumbuh akan menuju kearah sumber
cahaya, dan tumbuhan akan mengarahkan batangnya untuk menuju sumber cahaya
yaitu matahari (Santyasa, 2017:2). Begitu juga dengan proses pendidikan seorang
anak, sebaiknya berkembang sesuai dengan proses dan usianya, namun sebagian
besar orang tua menginginkan kognitif anaknya untuk segera tumbuh tanpa
memperhatikan usianya, keinginan yang seperti itu menjadi faktor penghalang
bagi anak untuk mencapai pertumbuhan kognitif yang optimal dan alamiah.
Proses
pembelajaran dalam lembaga pendidikan dan pelatihan berbeda dengan pendidikan
formal pada umumnya. Menurut UU No.
20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Dasar pokok pendidikan itu menegaskan bahwa pendidikan itu
untuk mendidik akhlak dan jiwa, dan juga penanaman nilai-nilai keutamaan dan
membiasakan peserta didik dengan kesopanan yang tinggi. (Jalaluddin dan
Abdullah, 2016) Selain itu pendidikan merupakan suatu kegiatan yang sadar akan
tujuan. Karena tujuan merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan
pendidikan, maka tujuan pendidikan tidak saja akan memberikan arah ke mana
pendidikan harus ditujukan, tetapi juga memberikan ketentuan yang pasti dalam
memilih materi, metode, alat, evaluasi dalam kegiatan yang dilakukan (Suryosubroto,
1990:18).
John
Suprihanto (1988:86) pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses pembinaan
pengertian dan pengetahuan terhadap kelompok fakta, aturan serta metode yang
terorganisasikan dengan megutamakan pembinaan, kejujuran dan ketrampilan. Pendidikan
dimaksudkan untuk membina kemampuan atau mengembangkan kemampuan berpikir para
pegawai, meningkatkan kemampuan mengeluarkan gagasan-gagasan pada pegawai
sehingga mereka dapat menunaikan tugas kewajiban dengan sebaik-baiknya. Waktu
yang diperlukan untuk pendidikan bersifat lebih formal. Sedangkan pelatihan
lebih mengembangkan ketrampilan teknis sehinga pegawai dapat menjalankan
pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Latihan berhubungan dengan pengajaran tugas
pekerjaan dan waktunya lebih singkat serta kurang formal. (Wijaya, 1970:75) Sondang P. Siagian (1983:180) memberikan pengertian
terhadap pendidikan dan pelatihan yaitu: Pendidikan adalah keseluruhan proses,
teknik dan metode mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari
seseorang kepada orang yang lain dengan standart yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan pelatihan adalah juga proses belajar mengajar dengan
menggunakan teknik dan metode tertentu.
Dalam
proses pembelajaran pada sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan perlu
diketahui karakter peserta didik, hingga pembentukan karekter yang dilakukan
oleh lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut. Karakter adalah
sebuah pola, baik pikiran,
sikap, maupun tindakan
yang melekat pada diri
seseorang dengan sangat
kuat dan sulit dihilangkan (Munir, 2010:3). Karakter terdiri
dari nilai operatif, nilai dalam tindakan,
seiring dengan suatu
nilai men-jadi suatu kebaikan,
suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi
situasi dengan cara yang
menurut moral itu baik (Buchory, 2014). Karakter yang baik
terdiri dari berfikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik,
semuanya itu muncul dari hati dan menjadi sebuah kebiasaan yang baik dalam diri
siswa. Pendidikan karakter juga dipahami sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan seluruh
warga sekolah untuk memberikan keputusan
baik buruk, keteladanan,
memelihara apa yang
baik dan wewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati
(Kemendiknas, 2011:5).
Kurikulum merupakan
salah satu komponen yang memiliki peranan penting dalam sistem pendidikan
karena dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai
sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman
tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa (Sanjaya, 2008:32).
Oleh karena itu, begitu pentingnya fungsi dan peranan kurikulum, maka setiap pengembangan
kurikulum pada jenjang manapun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Pengembangan kurikulum dalam lembaga pendidikan dan pelatihan hendaknya dapat
mengarahkan proses pembelajaran menuju kearah sasaran yang akan dicapai oleh
sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan.
Nur dan Yusuf
(2016:146) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum harus berorientasi pada
tujuan pendidikan yang jelas, pandangan tentang anak yang tepat, pandangan
tentang proses pembelajaran yang benar, pandangan tentang lingkungan yang
konstruktif, konsepsi peranan guru yang efektif, dan sistem evaluasi yang
valid. Setiap model dalam metode evaluasi didesain untuk tujuan pembuatan
keputusan dan untuk memfasilitasi dalam mengidentifikasikan tindakan yang tepat
(Santyasa, 2014:7). Untuk itu dipilih sebuah metode evaluasi khusus yang
dilaksanakan dalam lembaga pendidikan dan pelatihan agar dapat menentukan
tercapainya tujuan dari kurikulum yang diterapkan. Dari uraian tersebut,
penulis dapat menyusun sebuah makalah yang berjudul kontribusi teknologi
pembelajaran dalam pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari
latar belakang diatas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana proses pembelajaran yang berorientasi
pada pembentukan karakter peserta didik pada lembaga pendidikan dan pelatihan?.
2.
Bagaimana pengembangan kurikulum dalam
lembaga pendidikan dan pelatihan?.
3.
Apa metode evaluasi yang dipergunakan
pada lembaga pendidikan dan pelatihan?.
1.3 Tujuan
Berdasarkan pada rumusan
masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Menjelaskan bagaimana proses
pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan karakter peserta didik pada
lembaga pendidikan dan pelatihan?.
2.
Menjelaskan bagaimana pengembangan
kurikulum dalam lembaga pendidikan dan pelatihan?.
3.
Menjelaskan apa metode evaluasi yang
dipergunakan pada lembaga pendidikan dan pelatihan?.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang
dapat dipetik melalui pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Manfaat Teoretis
a) Makalah
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengembangan dunia pendidikan.
b) Sebagai
pengembangan dan rangkuman ilmu yang menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan,
dan khususnya bagi pendidikan, untuk memperkaya studi tentang teknologi
pembelajaran.
c) Sebagai
khasanah pengetahuan bagi pembaca dan bahan referensi bagi disiplin ilmu yang
terkait.
2) Manfaat praktis
a)
Dapat menjadi
acuan bagi lembaga pendidikan dan pelatihan dalam memahami pendidikan dan
pembelajaran.
b)
Manfaat lain
dalam pembuatan makalah ini adalah memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
jurusan teknologi pembelajaran mengenai pengembangan lembaga pendidikan dan
pelatihan.
c)
Bagi masyarakat
umum agar memahami kontribusi teknologi pembelajaran dalam pengembangan lembaga
pendidikan dan pelatihan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Proses Pembelajaran yang Berorientasi Pada Pembentukan Karakter
Peserta Didik pada Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan.
Lembaga pendidikan dan
pelatihan adalah sebuah lembaga pendidikan non formal yang memiliki tujuan
tertentu dalam pencapaiannya. Lembaga pendidikan dan pelatihan merupakan
lembaga yang mempersiapkan generasi muda untuk bekerja, dimana dalam pendidikan
dan pelatihan akan lebih difokuskan kepada sasaran pekerjaan yang akan diambil
oleh peserta didik. Lembaga pendidikan dan pelatihan mengutamakan
profesionalitas dalam pendidikan, dimana peserta didik akan diarahkan kedalam
profesi tertentu yang akan digelutinya nanti. Perkembangan lembaga pendidikan
dan pelatihan di Indonesia belum mencapai maksimal, karena secara psikologis
sosial masyarakat Indonesia lebih memilih lembaga pendidikan tinggi formal agar
anak mendapatkan gelar dan ijazah sebagai bukti telah menempuh pendidikan
tinggi.
Paradigma yang
berkembang di masyarakat, bahwa setelah mengikuti jenjang pendidikan strata
satu pada perguruan tinggi, seorang sarjana tidak dapat langsung diterima kerja
dengan gelar sarjana tersebut, melainkan harus dibekali dengan pengalaman kerja
atau praktik kerja dalam bidang keilmuannya, berbeda dengan lembaga pendidikan
dan pelatihan dimana setiap peserta didik dibekali dengan ilmu yang menunjang
profesionalitas bidang kerjanya, juga dibekali dengan praktek kerja sebagai
bukti bahwa peserta didik telah menjadi tenaga professional dalam bidangnya.
Paradigma tersebut masih melekat erat dalam masyarakat, dan sangat sulit untuk
merubahnya.
Merdeka.com (Jumat,
13 Juli 2012)
Menurut
hasil survey Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan (OECD) menyatakan
Indonesia bakal menjadi negara dengan jumlah sarjana muda terbanyak kelima di
masa depan. Situasi ini bakal terwujud paling lambat pada 2020 mendatang
(Merdeka, 2012). Peningkatan jumlah sarjana harus diimbangi dengan kualitas
pendidikan yang baik, dimana sarjana yang dipersiapkan untuk membuka lapangan
pekerjaan yang baru dan lembaga pendidikan dan pelatihan sebagai penyedia
tenaga kerja yang siap pakai.
Karakter
yang dibentuk oleh lembaga pendidikan dan pelatihan adalah karakter peserta
didik yang siap kerja. Karakter yang terbentuk tidak terlepas dari karakter
awal peserta didik, dan dalam proses pendidikan dan pelatihan diharapkan
karakter peserta didik dapat berubah sesuai dengan karakter yang diharapkan
oleh lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut. Menurut Munir (2010) pengertian
karakter adalah sebuah pola,
baik pikiran, sikap, maupun tindakan
yang melekat pada diri
seseorang dengan sangat
kuat dan sulit dihilangkan. Dengan pembawaan karakter oleh
masing-masing peserta didik tersebut merupakan sebuah tantangan besar bagi
lembaga pendidikan dan pelatihan untuk dapat merubah karakter bawaan tersebut.
Pendidikan karakter
juga dipahami sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak
yang bertujuan mengembangkan
kemampuan seluruh warga
sekolah untuk memberikan keputusan
baik buruk, keteladanan,
memelihara apa yang
baik dan wewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari
dengan sepenuh hati
(Kemendiknas, 2011:5). Peran
teknologi pembelajaran dalam pendidikan karakter adalah merancang sebuah metode
atau model pembelajaran yang dapat mengarahkan perubahan karakter peserta didik
menjadi karakter yang siap kerja. Pembelajaran dengan model problem based
learning sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam
lembaga pendidikan dan pembelajaran.
Model
Pembelajaran Problem Based Learning
Pembelajaran dalam
lembaga pendidikan dan pelatihan hendaknya mengacu kepada problem based
learning, karena dalam pembentukan karakter yang siap kerja secara
professional, peserta didik akan menghadapi tantangan dalam dunia kerja.
Tantangan dalam dunia kerja tersebut meliputi kawasan manajemen, operasional
dan humanity. Tantangan dalam manajemen dimana pekerja hendaknya dapat
mengikuti standard operasional procedure (SOP) dalam sebuah perusahaan.
Tantangan dalam bidang operasional meliputi bidang keahlian kerja masing-masing
dan tantangan dalam bidang humanity meliputi kedisiplinan dalam bekerja serta
keselamatan kerja.
Menurut Williams (2005)
dalam Santyasa (2017) mengatakan bahwa dalam pembelajaran pengajar dianjurkan
untuk mengurangi berceritera dalam pembelajaran, tetapi lebih banyak mengajak
para peserta didik untuk bereksperimen dan memecahkan masalah. Konsep tersebut
sebagai dasar dalam pembelajaran problem based learning yang diajarkan pada
lembaga pendidikan dan pelatihan. Problem based learning adalah model
pembelajaran yang berlandaskan filosofi John Dewey, bahwa pembelajar seharusnya
mendorong pebelajar terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi pada
masalah yang berkaitan dengan dunia belajar dan pebelajar harus aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Problem based
learning adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai basis
dalam pembelajaran (Yuliana, 2016). Model problem
based learning adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata yang bersifat ill-structured
(tidak distrukturkan dengan baik) sebagai suatu konteks bagi pembelajar untuk
belajar tentang keterampilan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan konsep yang esensial dari materi
pelajaran (Santyasa, 2012).
Model
pengajaran problem based learning ini
sangat efektif untuk mengajarkan proses proses berpikir tingkat tinggi,
membantu siswa memperoleh informasi yang telah dimiliki dan membantu siswa
membangun sendiri pengetahuan tentang dunia sosial dan fisik di sekelilingnya. Akinoglu
dan Tandongan dalam Santyasa (2012), problem
based learning merupakan salah satu bagian dari pembelajaran aktif active learning. Dalam active learning, proses belajar menuju
suatu proses yang diselaraskan dimana keterampilan pemecahan masalah, kemampuan
berpikir kritis dan belajar dikembangkan. Pengertian problem based learning adalah suatu model pembelajaran dimana
pembelajar mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian serta percaya diri (Arends, 2001).
Berdasarkan
penjelasan konseptual di atas, dapat dirangkum bahwa problem based learning merupakan pembelajaran yang menjadikan
masalah rill yang ill-structured
sebagai basis pembelajaran, sehingga pebelajar mampu menggunakan keterampilan
berpikirnya untuk menganalisis masalah yang disajikan, menggali informasi baru
serta menggunakan pengetahuan awalnya dalam memecahkan masalah. Dengan adanya
masalah di awal pembelajaran, pebelajar memiliki peluang untuk mengetahui
tujuan belajarnya (Santyasa, 2012 dalam Yuliana, 2016).
Problem based learning yang berlandaskan pada paham
konstruktivistik dapat mengakomodasi keterlibatan pebelajar dalam belajar dan
memecahkan masalah otentik. Proses pemerolehan informasi dan pengembangan
pemahaman tentang topic-topik pembelajaran, pebelajar belajar bagaimana mengkonstruksi
kerangka masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun faktor,
mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara
individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Secara
garis besar model problem based learning
terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang nyata dan bermakna
yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan dan
inkuiri. Peranan guru dalam problem based
learning adalah mengajukan masalah, memfasilitasi penyelidikan dan dialog
dengan siswa, serta mendukung belajar siswa. Model problem based learning diorganisasikan di sekitar kehidupan nyata
yang menghindari jawaban sederhana dan mengundang berbagai pemecahan masalah yang
bersaing.
Model
pembelajaran problem based learning
yang dipakai dalam lembaga pendidikan dan pelatihan dapat membentuk karekter
peserta didik yang siap kerja dan menghadapi segala tantangan kerja yang
dihadapi ketika telah bekerja. Pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan
karakter peserta didik menjadi sebuah nilai positif dalam pengembangan
teknologi pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan. Peran para
teknolog pembelajaran sangat diharapkan sebagai pengembang pendidikan non
formal sehingga mutu dan kualitas pendidikan no formal dapat terjamin dan
berfungsi sesuai dengan harapan pendidikan nasional.
2.2
Pengembangan Kurikulum dalam Lembaga Pendidikan dan Pelatihan.
Pemilihan dan
pengembangan kurikulum dalam lembaga pendidikan dan pelatihan harus tepat pada
sasaran yang akan dicapai. Lembaga pendidikan dan pelatihan yang memiliki
orientasi pada pembentukan karakter peserta didik yang siap kerja hendaknya
didukung oleh pengembangan kurikulum secara benar dan tepat pada sasaran, oleh
karena itu dibutuhkan tenaga pengembang kurikulum yang memiliki latar belakang
teknologi pembelajaran yang mumpuni. Peranan teknologi pembelajaran dalam
pengembangan kurikulum sangat dibutuhkan, terlebih dalam pengembangan kurikulum
yang sesuai dengan visi dan misi sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan.
Sesuai dengan
pengertian pendidikan dan pelatihan yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1983:180) yaitu: Pendidikan
adalah keseluruhan proses, teknik dan metode mengajar dalam rangka mengalihkan
sesuatu pengetahuan dari seseorang kepada orang yang lain dengan standart yang
telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pelatihan adalah juga proses belajar
mengajar dengan menggunakan teknik dan metode tertentu. Pengembangan kurikulum
yang tepat untuk lembaga pendidikan dan pelatihan adalah implementasi dari
penggabungan dari kedua pengertian tersebut. rancangan kurikulum yang tepat
untuk sebagai implementasi pendidikan dan pelatihan adalah pengembangan
kurikulum berbasis terapan.
Rujukan
dari ilmu terapan adalah penyelesaian sebuah masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Pengembangan kurikulum terapan tidak terlepas dari definisi ilmu
terapan yaitu penerapan pengetahuan
dari satu atau lebih bidang-bidang: matematika,
fisika
atau ilmu alam,
ilmu kimia
atau ilmu biologi untuk penyelesaian masalah praktis yang langsung
memengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Ilmu terapan bersumber dari ilmu murni,
untuk itu dalam pengembangan kurikulum berbasis terapan hendaknya diperkenalkan
ilmu murni yang mendasari, dan selanjutnya diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam pengembangan kurikulum berbasis terapan pada lembaga pendidikan
dan pelatihan memadukan antara ilmu murni yang dipelajari sebagai sebuah teori
dan ilmu terapan yang dipelajari dalam bentuk pelatihan atau praktikum.
Pengembangan
ilmu terapan juga dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk
melakukan pengamatan di lingkungan dan menemukan sebuah permasalahan serta
menemukan pemecahan dari permasalahan tersebut. kemampuan peserta didik dalam
menemukan permasalahan memerlukan bimbingan dari pengajar, sehingga
permasalahan yang di cari dalam kehidupan nyata merupakan pengembangan dari
ilmu murni yang diajarkan oleh pengajar. Penyelesaian permasalahan yang
merupakan temuan dari peserta didik sendiri dapat memperkuat daya ingat peserta
didik terhadap permasalahan tersebut. metode inkuiri dijadikan model pembelajaran
dalam ilmu terapan.
Model Pembelajaran Inquiry
Kata inquiry berarti pertanyaan atau
penyelidikan (Kuslan & Stone, dalam Trisna 2015) mendefinisikan inquiry sebagai suatu pencarian
kebenaran, informasi, atau pengetahuan. Upaya pencarian tersebut dilakukan
melalui pertanyaan. Melalui proses inquiry
siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya. Inquiry
ini lebih menekankan tentang bagaimana kita mengetahui dan mengurangi tentang
apa yang kita ketahui. Untuk memperoleh pengetahuan dan memahaminya dalam
pendekatan inquiry dapat dilakukan
dengan jalan bertanya, observasi, investigasi, analisis, dan evaluasi. Suastra
(2009) menyatakan bahwa inquiri dibentuk melalui discovery, karena itu siswa harus menggunakan kemampuan discovery. Dengan kata lain, inquiry adalah suatu perluasan
proses-proses discovery yang
digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan dalam proses discovery-inquiry mengandung proses
mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya menerapkan sikap ilmiah dalam
melakukan metode ilmiah. Sehingga siswa dapat berkembang kemampuan discovery-inquirinya, hanya apabila ia
terlibat dalam kegiatan yang menuntut pelaksanaan tugas mental.
Model
pembelajaran inquiry adalah rangkaian
kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan” (Sanjaya, 2006:194). Menurut piaget (Mulyasa, 2008:108) bahwa
model pembelajaran inquiry adalah
model pembelajaran yang mempersiapkan siswa pada situasi untuk melakukan
eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan
sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri,
serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan
apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan siswa lain. Dengan melihat kedua
pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inquiry adalah model pembelajaran yang mempersiapkan siswa pada
situasi untuk melakukan eksperimen sendiri sehingga dapat berpikir secara
kritis untuk mencari dan menemukan jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan.
Pembelajaran
inquiry merupakan bentuk dari
pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian karena dalam model
ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran. Makna
proses belajar yang berpusat pada siswa (student
oriented) adalah guru memiliki peran yang sangat banyak, sehingga
mengakomodasi kepentingan siswa sebagai subyek yang belajar sesuai dengan
bakat, minat dan kemampuan yang dimilikinya. Peran guru yang dimaksud adalah
sebagai berikut: (1) motivator, member rangsangan agar siswa aktif dan mau
berfikir, (2) fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami
kesulitan, (3) penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat, (4)
administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas, (5) pengarah,
memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan, (6) manajer,
mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi kelas, (7) rewarder, member penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.
Penggunaan
model pembelajaran inquiry sebagai implementasi dalam penerapan ilmu terapan
sangat membantu peserta didik memahami sebuah materi yang nantinya akan dapat
dikerjakan sendiri di lingkungan kerja. Kurikulum berbasis terapan dikembangkan
untuk mencapai kematangan karakter peserta didik menjadi siap kerja dan sebagai
tenaga kerja yang professional dibidangnya sesuai dengan visi dan misi sebuah
lembaga pendidikan dan pelatihan.
2.3
Metode Evaluasi yang Digunakan dalam Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan
Untuk mengukur
keberhasilan dari sebuah pembelajaran perlu adanya asesmen dalam bentuk
evaluasi. Proses evaluasi melibatkan pembuatan pertimbangan tentang nilai. Pengukuran
kemampuan peserta didik dalam pemahaman sebuah materi di kelas dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara, seperti melakukan tes baik lisan atau tulisan,
dapat juga dilakukan dengan mengamati kemempuan siswa dalam keaktifan melakukan
pembahasan sebuah materi.
Kemampuan siswa dalam
menerima sebuah materi di kelas hendaknya jangan disamakan, karena
masing-masing peserta didik berasal dari sekolah yang berbeda-beda serta
kemampuan siswa dalam mengkonstruksi sebuah materi juga berbeda. Pengukuran
kemampuan siswa dengan menggunakan tes biasa dipergunakan hamper pada seluruh
lembaga pendidikan, namun dalam lembaga pendidikan dan pelatihan hendaknya
jangan melakukan pengukuran tingkat keberhasilan pembelajaran dengan
menggunakan tes, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan visi dan misi
sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan yang mencetak karakter kerja pada
setiap peserta didiknya.
Pengukuran tingkat
keberhasilan pendidikan dan pelatihan melalui sebuah proses yang terlibat
kedalam sebuah asesmen. Proses asesmen menyediakan informasi yang digunakan
sebagai dasar dalam menetapkan pertimbangan nilai tersebut. Suatu pertimbangan
biasanya mengarahkan proses pembuatan keputusan. Hal ini merupakan definisi
evaluasi dan sekaligus berfungsi sebagai model (Santyasa, 2014). Proses asesmen
tidak dapat dilakukan dalam suatu waktu tertentu, melihat kemampuan
perkembangan pengetahuan pada masing-masing peserta didik dapat berubah.
Asesmen yang masuk kedalam sebuah proses diutamakan untuk mengambil sebuah
keputusan untuk menentukan tingkat prestasi peserta didik. Pembelajar dapat
mengukur perkembangan pebelajar setiap harinya, yang meliputi keaktifan siswa
dalam sebuah proses pembelajaran, kemampuan memahami sebuah materi dengan
presentasi hingga kemampuan mengingat sebuah konsep materi dalam bentuh
hafalan. Penilaian setiap hari tersebut dikumpulkan dalam sebuah asesmen dan
dapat diambil sebuah keputusan dalam bentuk evaluasi.
Setiap model dalam
metode evaluasi didesain untuk tujuan pembuatan keputusan dan untuk
memfasilitasi dalam pengidentifikasian tindakan yang tepat (Santyasa, 2014). Setelah
mendapatkan sebuah keputusan berupa hasil belajar atau prestasi belajar,
kemudian hasil tersebut dipakai dalam menentukan arah karakter peserta didik.
Dari hasil tersebut dapat dibaca sebuah kemampuan siswa yang akan ditempatkan
pada jurusan tertentu atau bidang pekerjaan tertentu. Asesmen dalam lembaga
pendidikan dan pelatihan dapat juga dipakai untuk penempatan peserta didik
dalam jenis pekerjaan tertentu sesuai standar yang telah ditetapkan oleh
lembaga. Pencapaian standar tersebut hendaknya diupayakan seoptimal mungkin,
jika peserta didik tidak dapat mencapai standar yang telah ditentukan, maka ada
sebuah tindakan baru yang dilakukan oleh pembelajar atau lembaga pendidikan
agar peserta didik tersebut dapat mencapai standar minimum yang ditetapkan.
Kinerja siswa dapat
dipertimbangkan dalam terminology nilai relative atau nilai absolute. Namun
istilah pertimbangan disini hendaknya hati-hati dalam penggunaannya, karena dia
akan dapat member peluang lahirnya kontroversial dalam kawasan asesmen dan
pelaporan. Dalam praktek sehari-hari, guru sesungguhnya dapat melakukan semua
prosedur pengukuran, asesmen, dan evaluasi sebagai suatu proses intuitif. Guru
secara tidak direncanakan melakukan pengklasifikasian hasil pengamatannya
(pengukuran). Bukti yang diperoleh dari pengklasifikasian (pengamatan) tersebut
diinterpretasi dan dideskripsikan serta gambaran keseluruhan dikembangkan
(asesmen). Gambaran menyeluruh yang dikembangkan tersebut dijadikan sebagai
dasar pertimbangan dalam membuat keputusan (evaluasi) (Santyasa, 2014).
Implementasi asesmen
yang sesuai dengan kurikulum terapan adalah observasi. Pengamatan atau
observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud
merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan
pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan
informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian
(Wikipedia, 2017). Dalam lembaga pendidikan dan pelatihan, peserta didik
melakukan observasi lapangan yaitu pengamatan yang dilakukan dalam lingkungan
untuk mencocokkan teori dengan praktek. Dengan melakukan observasi tersebut
peserta didik dapat lebih memahami materi secara menyeluruh, dan tidak ada
keraguan lagi ketika masing-masing peserta didik mempraktekkan teori yang telah
didapatkan.
Hasil observasi yang
didapatkan kemudian disajikan dalam bentuk presentasi. Dalam presentasi
pembelajar dapat melakukan penilaian seberapa kuat pemahaman peserta didik
terhadap materi yang dipahami sesuai bidang observasi, dalam proses presentasi
tersebut akan terbentuk sebuah nilai evaluasi. Pemahaman materi sesuai dengan
implementasinya dilapangan menjadi prioritas utama bagi lembaga pendidikan dan
pelatihan yang mencetak kualitas sumber daya manusia yang siap kerja.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kontribusi teknologi pembelajaran dalam
pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan adalah sebagai beriku:
1.
Peran teknologi
pembelajaran dalam pendidikan karakter adalah merancang sebuah metode atau
model pembelajaran yang dapat mengarahkan perubahan karakter peserta didik
menjadi karakter yang siap kerja. Pembelajaran dengan model problem based
learning sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam
lembaga pendidikan dan pembelajaran
2. Penyelesaian permasalahan yang merupakan temuan dari
peserta didik sendiri dapat memperkuat daya ingat peserta didik terhadap
permasalahan tersebut. metode inkuiri dijadikan model pembelajaran dalam ilmu
terapan.
3.
Hasil observasi yang didapatkan kemudian
disajikan dalam bentuk presentasi. Dalam presentasi pembelajar dapat melakukan
penilaian seberapa kuat pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipahami
sesuai bidang observasi, dalam proses presentasi tersebut akan terbentuk sebuah
nilai evaluasi.
3.2
Saran-Saran
Beberapa saran yang
dapat dikemukakan terkait dengan isi makalah kontribusi teknologi pembelajaran
dalam pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan adalah:
1. Setiap
lembaga hendaknya dapat memahami kontribusi teknologi pembelajaran agar dapat
memposisikan dirinya dengan benar sesuai dengan hakekat pendidikan.
2. Departemen
Pendidikan agar merekrut teknolog pembelajaran yang memahami pengembangan
lembaga pendidikan dan pelatihan, agar dapat mengarahkan pendidikan dan
menyusun sistem pendidikan sesuai dengan hakekatnya.
3. Bagi
para akademisi diharapkan memahami teori pembelajaran sebagai sebuah pondasi
dalam pengajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Arends, R. I. 2001. Exploring teaching: An instruction to education. New York: Me Graw-Hill
Companies.
Buchory,
M. S., Tulu, B. S. 2014. Implementasi program pendidikan karakter di SMP. E-Jurnal Program Pascasarjana Universitas
PGRI Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter Tahun IV, No 3, Oktober 2014,
halaman 235-244. Tersedia pada http://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/download/ 5627/4863. Diakses 9 Desember 2016.
Degeng, N.S. 1989. Ilmu pembelajaran : taksonomi variabel. Jakarta. Dirjen Dikti.
Jalaluddin, Abdullah. I. 2014. Filsafat pendidikan. Manusia, filsafat, dan pendidikan. Jakarta. PT
Rajagrafindo Persada.
John, S. 1988. Manajemen
modal kerja. Yogjakarta: BPFE Yogyakarta.
Kemendiknas. 2011. Panduan pelaksanaan pendidikan karakter. Balitbang dan Puskur.
Jakarta
Merdeka.
2012. Hasil survey organisasi
kerjasama ekonomi dan pengembangan (OECD). Artikel Merdeka.com. Diakses 26 Mei
2017, melalui www.google.com.
Munir, A.
2010. Pendidian karakter
membangun karakter anak
jejak dari rumah. Yogyakarta.
Bintang Pustaka Abadi.
Mulyasa.
2008. Menjadi guru Professional
Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nur, I., Yusuf, S. 2016. Kompetensi pedagogik untuk peningkatan dan penilaian kinerja guru dalam
rangka implementasi kurikulum nasional. Sidoarjo. Genta Group Production
Rusman. 2016. Model
model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.
Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Rawamangun-Jakarta: Kencana Perdana Media Group .
Sanjaya, W. 2008. Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta. Kencana.
Santyasa, I. W. 2012. Pembelajaran inovatif. Undiksha Press. Singaraja. Universitas
Pendidikan Ganesha.
Santyasa, I. W. 2014. Asesmen dan evaluasi pembelajaran fisika. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Santyasa, I. W. 2017. Pembelajaran inovatif. Singaraja. Undiksha Press.
Sondang, P. S. 1992. Manajemen sumber daya manusia.
Jakarta. Bumi Aksara.
Soekidjo, N. 1992. Pengembangan sumber daya manusia,
cetakan kelima. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Suastra, I. W. 2009. Pembelajaran sains terkini mendekatkan siswa dengan lingkungan alamiah
dan sosial budayanya. Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha.
Suryosubroto.
1990. Beberapa Aspek Dasar-Dasar
Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Trisna, D.
2015. Komparasi model pembelajaran inquiri terbimbing dalam group investigation
(GI) untuk meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar Biologi siswa
kelas X di SMA Negeri 1 Susut Bangli. Tesis.
Singaraja:Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.
Wijaya, A.
W. 1990, Administrasi kepegawaian suatu pengantar, Edisi II, Cetakan 2.
Jakarta. CV Rajawali Pers.
Yuliana,
D. 2016. Pengaruh model problem based learning (PBL) dan motivasi berprestasi
terhadap hasil belajar matematika kelas X SMA Negeri 1 Rendang. Tesis. Program Studi Teknologi
Pembelajaran. Universitas pendidikan Ganesha. Singaraja.
Trmakasih sharing nya bagus trus update y bos...
BalasHapus